This site uses cookies from Google to deliver its services, to personalize ads and to analyze traffic. Information about your use of this site is shared with Google. By using this site, you agree to its use of cookies. Learn More

[Islam Menjawab] Perjuangan Dakwah dan Sikap Keras

Perjuangan Dakwah dan Sikap Keras
Oleh: Akmal Sjafril || Twitter: twitter.com/malakmalakmal

Belakangan ni banyak pertanyaan tentang suatu gerakan yg dianggap radikal diantara gerakan-gerakan Islam lainnya. Gerakan ni dikenal dgn nama ISIS. Walaupun sebagian mengatakan ISIS sebenarnya sudah bubar, menjelma menjadi negara. Sejujurnya, jawaban paling tepat yg dpt saya berikan seputar ISIS adalah: saya tak tahu. Artinya, terlalu sulit bagi saya untk memilah mana informasi yg shahih dan tak shahih dlm masalah ini. Ini memang fenomena akhir zaman. Begitu bebasnya informasi sehingga membuat kita kebingungan menilai keshahihan. Tapi tak mengetahui bukan berarti tak bisa bersikap, sebab ada para ahli yg bisa diikuti pendapatnya. Sama seperti kita tak memahami penyakit, tapi sudah semestinya mengikuti saran dokter, meski tak paham diagnosanya.
Dalam masalah ISIS, saya mengikuti pendapat Syaikh Yusuf al-Qaradhawi. Syaikh Qaradhawi: Khilafah Ala ISIS Tak Sah Secara Syariah.
Paragraf ke-4 dan ke-5 dari artikel di atas sangat perlu dibaca. Menurut saya, inilah argumen yg paling jernih untk menjelaskan fatwa tersebut. Dari link di atas, kita bisa membaca pendapat beliau. Walaupun tsiqah kepada beliau, tentu kita perlu membaca penjelasannya. Banyak yg terkejut ketika ISIS mendeklarasikan pendirian khilafah. Keterkejutan ni tak mesti dipandang buruk.’
Dulu, Abu Bakar r.a diangkat sebagai Khalifah setelah Nabi s.a.w wafat. Tak ada yg protes, sebab semua mengenal dgn baik siapa beliau. Demikian jg ‘Umar r.a, ‘Utsman r.a, dan Ali r.a. Tak ada yg meragukan mereka. Malah aneh kalau ada yg protes. Tentu akan sangat lain kiranya jika yg menjadi khalifah adlh orang tak dikenal / yg baru ‘kemarin sore’ masuk Islam. Tapi sayangnya, ISIS menuntut pengakuan dari seluruh umat Muslim secara tiba-tiba. Padahal orang-orang masih mempelajari situasi. Banyak yg tak kenal siapa orang yg diangkat oleh ISIS sebagai khalifah. Salahkah jika mereka bertanya-tanya?
Kembali pd poin simpang siurnya informasi; justru pd saat inilah ke-tsiqah-an menjadi begitu bernilai! Oleh karena itu, umat butuh penjelasan yg gamblang perihal ISIS dan tokoh-tokohnya. Maka, semestinya ISIS mampu berlapang dada dan mudah memaafkan saudara-saudaranya yg tak buru-buru membai’at.
Tapi jangankan di Irak dan Suriah, di Indonesia pun perdebatan soal ISIS begitu panas. Mengapa harus dibikin panas? Tidaklah logis jika cita-cita mempersatukan umat harus diemban oleh mereka yg ‘mudah panas’. Cita-cita sebesar ni sesungguhnya hanya bisa dipikul oleh mereka yg mudah memaafkan saudara-saudaranya. Bukan yg malah bersikap keras.
Di tengah-tengah simpang siurnya informasi seperti sekarang ini, memang tak mudah untk menelan bulat-bulat informasi dari tanah seberang. Ada yg mengatakan bahwa info-info miring soal ISIS itu fitnah. Bisa jadi. Tapi bagaimana membuat orang lain percaya? Jika tak bisa memberi jaminan bahwa info di tangannya 100% benar, bukankah lebih baik memaklumi keraguan orang lain?
Menurut Syaikh Abdullah Musthafa Rahhal, sebagian yg direkrut oleh ISIS adlh anak-anak muda yg tak pandai berbahasa Arab. Karena tak pandai bahasa setempat, maka mereka pun bisa dikelabui dgn info-info menyesatkan. Di Indonesia mungkin kasusnya tak persis sama, tapi ada benang merahnya, yaitu soal minimnya ilmu. Sejak Ramadhan lalu, saya mengamati beberapa akun yg sangat vokal membela ISIS. Diantaranya ada anak-anak remaja. Bicaranya keras sekali mengkafirkan demokrasi, tapi sayang ia tak malu bicara di Twitter-nya soal lawan jenis, bahkan (maaf) soal onani. Jauh sebelum ada ISIS, saya sudah menemukan fenomena yg sama. Anak-anak muda bersemangat tinggi, sayang belajar agamanya tak ‘pas’. Di antara mereka ada yg suka bicara kasar. Ketika ditegur, jawabannya “ini masalah aqidah, lebih penting daripada akhlaq!”
Ini jawaban yg sangat absurd. Sebab, akhlaq yg baik adlh bukti dari aqidah yg lurus. Ini adlh pengetahuan umum. Jika beriman kepada Allah s.w.t, pastilah menyadari posisinya sebagai khalifah Allah di muka bumi. Jika menyadari posisi sebagai khalifah (wakil) Allah, apakah kita biarkan saja akhlaq kita berantakan? Jelaslah bahwa aqidah dan akhlaq memiliki kaitan yg tak mungkin diabaikan.
Yang tadi itu adlh contoh ekstrem. Tidak semua seperti itu, tentu saja. Bagaimana pun, ni adlh catatan tersendiri yg harus diperhatikan bagi ISIS dan para pendukungnya. Mudah-mudahan mereka cuma oknum. Sudah banyak video kekejaman yg saya lihat, konon adlh dokumentasi perbuatan ISIS. Tapi siapa yg bisa memastikan? ISIS / bukan, yg jelas video-video tersebut menunjukkan sikap keras yg tak pd tempatnya, jauh dari syari’at. Ada, misalnya, yg memenggal orang kemudian menenteng kepalanya kemana-mana, seolah-olah bangga. Ada jg yg membariskan kepala-kepala orang yg dieksekusi dan berfoto di belakangnya. Inikah orang yg paham syari’at? Ada jg video yg memperlihatkan orang-orang yg ditembak di kepala dari jarak dekat kemudian diceburkan ke laut.
Sekali lagi, pelakunya ISIS / bukan, entahlah. Tapi yg jelas, video-video tersebut menunjukkan ketidaktahuan akan syari’at. Islam memang mengenal hukuman mati, tapi tak dilakukan dgn sembrono. Ketika hukuman mati diberlakukan, tidaklah wajar jika kita bersenang-senang, apalagi berfoto-foto bersama jenazah. Jika hal itu dilakukan, apa bedanya kita dgn kaum zionis? Baca: Sharing pictures of corpses on social media isn’t the way to bring a ceasefire. Nabi Muhammad s.a.w pun berperang dan melawan musuh, tapi tak ‘menikmati pembunuhan’ seperti itu.
Kembali pd masalah ketidaktahuan saya, karena ketidaktahuan itulah maka saya harus mengikuti pendapat ulama yg saya percayai. Saya, bersama-sama mayoritas umat Muslim lainnya, masih bertanya-tanya tentang hakikat ISIS dan profil para pendukungnya. Sat hal yg pasti, kita harus menghindari sikap berlebihan dlm agama. Segala hal yg berlebihan tidaklah disukai, termasuk dlm mempraktekkan ajaran-ajaran agama. Terlalu lembek itu tak baik, tapi terlalu keras pun sama tak baiknya. Terlalu bersemangat dlm melakukan ibadah-ibadah pd akhirnya membuat semangat kendur. Karena itu, beribadahlah secara bertahap. Sudah berulang kali saya melihat anak muda yg berdakwah dgn ‘berapi-api’, tapi tak lama kemudian jadi ‘mantan da’i’.
Semangat mempelajari Islam semestinya membuat perilaku kita menjadi lemah lembut, makin mudah memaafkan. Jika sikap kita semakin keras, maka mulailah bertanya-tanya: Apa yg salah? Jika proses belajarnya benar, tak akan demikian. Sikap keras justru menjadi fitnah yg membuat orang sulit menerima seruan dakwah Islam. Selain itu, orang-orang yg bersikap keras jg paling mudah dimanfaatkan dan diadu domba. Tantangan dakwah di zaman sekarang sangatlah kompleks. Tak ada masalah yg bisa diselesaikan dgn sikap keras.
Nabi Muhammad s.a.w pun berjihad, dan jihad adlh bagian dari ajaran agama. Tapi tak semuanya diselesaikan dgn jihad. Menang di Perang Badar, seri di Perang Uhud, sukses di Perang Ahzab, tapi toh Mekkah ditaklukkan dgn hati, bukan dgn pedang. Bagaimana Rasulullah s.a.w memasuki Mekkah? Sebagai pemenang, tapi pedangnya saat itu tak diayunkan. Beliau memasuki Mekkah dgn kepala tertunduk, janggut beliau hampir menyentuh pelana. Bacalah kisahnya dlm Sirah Nabawiyah. Pada titik itulah rakyat Mekkah, yg sudah lama memerangi beliau, akhirnya menyadari hakikat dakwah Islam. Nabi s.a.w memerangi kaum Quraisy karena dulu tak ada lagi jalan lain, bukan karena beliau gila perang. Jika ada jalan lain, maka tak perlu lagi menumpahkan darah. Maka tak ada pembantaian di hari Fathu Makkah. Setelah itu, berbondong-bondonglah warga Mekkah memeluk Islam. Dan selanjutnya, berbondong-bondong pulalah warga Jazirah Arab memeluk Islam. Rasulullah s.a.w adlh pemenang di medan jihad, tapi yg lebih penting lagi, beliau adlh pemenang di hati umat manusia.
Kita harus menempatkan segala sesuatunya secara adil; segalanya harus seimbang. Mereka yg mengatakan jihad tak diperlukan lagi jelas keliru, tapi yg berpikiran bahwa jihad adlh segala-galanya jg tak teliti. Jihad dibutuhkan untk mengamankan dakwah. Jika dakwah tak terancam, apa salahnya kita bertukar pikiran dgn lisan?
Jika demikian halnya dgn orang-orang kafir, bukankah dgn sesama Muslim kaidah ni lebih wajar lagi untk diberlakukan? Mengapa kita harus disibukkan dgn permusuhan sesama Muslim, padahal musuh-musuh Islam sudah sangat jelas? Mengapa hati begitu sempit sehingga tak ada lagi tempat lapang untk memaafkan saudara-saudara kita yg seiman? Jika begitu sulit bagimu untk bersikap lembut kepada hamba-hamba Allah, apakah engkau berharap Allah akan bersikap lembut kepadamu?
Di zaman yg penuh fitnah dan kebohongan ini, sepantasnyalah kita saling membangun kepercayaan, bukan saling menuntut. Semoga kita dijadikan Muslim yg membuat saudara-saudara kita merasa aman dgn kehadiran kita. Aamiin yaa Rabbal ‘aalamiin...
Sumber: storify.com/malakmalakmal/

source : http://www.lampuislam.org, http://reddit.com, http://hipwee.com

0 Response to "[Islam Menjawab] Perjuangan Dakwah dan Sikap Keras"

Post a Comment

Contact

Name

Email *

Message *