This site uses cookies from Google to deliver its services, to personalize ads and to analyze traffic. Information about your use of this site is shared with Google. By using this site, you agree to its use of cookies. Learn More

Kenapa Para Sahabat Melakukan Dosa?

Kenapa Para Sahabat Melakukan Dosa? ro2blog.blogspot.com - Satu yg harus diketahui bahwa Allah swt menjadikan para sahabar ridhwanullah 'alaihim tidak dlm keadaan yg makshum (terjaga dari kesalahan). Justru Allah swt menjadikan mereka semua manusia yg bisa bersalah sebagai teladan bagi umat setelahnya, serta memperlihatkan kepada kita contoh terbaik dari lingkungan generasi terbaik.
Kesalahan yg ada dan dilakukan oleh para sahabat ridhwanullah 'alaihim adalah bentuk kesempurnaan kebaikan yg Allah swt anugerahkan kepada mereka, dan bukan sebuah aib bagi mereka.
Bagaimana?
Seandainya Allah swt menjadikan para sahabat terjaga dari kesalahan, tak ada dari mereka yg berbuat pelanggaran syariah, lalu dari mana kita belajar bagaimana caranya ber-muamalah dan berinteraksi dgn pelanggar syariah? Dengan pelaku maksiat?
Kita adlh umat yg bisa salah bahkan sering melakukan kesalahan dan pelanggaran syariah. Lalu Bagaimana kita menyikapi ketika terjadi pelanggaran syariah lingkungan kita kalau lingkungan generasi yg menjadi panutan; lingkungan sahabat tak ada dari mereka yg berbuat salah?
Itu hikmah kenapa Allah swt tak menjadikan para sahabat itu makshum, agar kita mengerti dan tahu bagaimana tuntunan yg baik menghadapi seorang pelaku maksiat dan dosa.
Kita sangat tahu dan sangat hapal beberapa riwayat tentang sahabat yg berzina, ada jg sahabat yg berhubungan suami istri di tengah hari Ramadhan, ada sahabat yg meminum khamr, ada jg dari mereka yg melakukan pelanggaran syariah lainnya.
Untuk apa? untk kita tahu dan belajar bagaimana contoh terbaik dari generasi terbaik dan manusia terbaik untk mensikapi saudara kita yg melakukan kesalahan.
Jangan Jadi Penolong Setan
Salah satu kisah yg dicontohkan oleh Nabi saw dlm mensikapi orang yg berbuat salah ialah kisah yg diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a dlm shahih al-Bukhari (Bab hudud, No. 6283) tentang salah seorang sahabat yg meminum khamr.
Setelah dicambuk oleh Nabi saw, sang peminum khamr pulang dan ketika melewati para sahabat yg menyaksikan pecambukan, beberapa sahabat mencacinya, menghardiknya dan menghinanya sebagai pendosa, dan melaknatnya, serta mendoakannya jauh dari rahmat Allah swt.
Mendengar hinaan yg diucapkan para sahabat itu, Rasul langsung menegurnya dan mengatakan:
لاَ تَكُونُوا عَوْنَ الشَّيْطَانِ عَلَى أَخِيكُمْ "janganlah kalian jadi penolong setan atas saudaramu itu!"
Dalam riwayat yg lain (shahih al-bukhari, No. 6282) dlm pristiwa yg sama. Ketika mendengar cacian, hinaa dan laknat yg dilayangkan para sahabat lain kepada peminum khamr tersebut, Rasul saw mengatakan:
لَا تَلْعَنُوهُ فَوَاللَّهِ مَا عَلِمْتُ إِنَّهُ يُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ "jangan kalian laknat dia!!! Demi Allah! Sungguh aku tak mengetahuinya kecuali dia memang benar cinta Allah swt dan Rasul-Nya"
Imam Ibnu Hajar al-Asqalani dlm kitab Fath al-Baari (12/67) menjelaskan maksud "jangan jadi penolong setan!", beliau katakan:
"Setan ingin menggoda dan menghiasi manusia dgn kemaksiatan. Ketika sudah bermaksiat, maka akan timbul orang lain yg marah, karena marah ia akan mencacinya, menghinanya serta melaknatnya. Dan itulah tujuan setan, mendoakan keburukan. Jadi orang yg menghina pendosa itu seakan-akan telah mengimplemetasikan tujuan setan, karena itu disebut penolongnya. Dan ni jelas bahwa dilarang mendoakan keburukan bagi mereka para pelaku kesalahan."
Pelajaran
Dari peristiwa sahabat yg meminum khamr, kita bisa ambil pelajaran: 1] Kita belajar tentang bagaimana hukuman minum khamr dan penegakan hukuman bagi mereka yg melanggar hadd (hukum) dgn dicambuknya ia oleh Nabi saw.
2] Kita tahu bagaimana bersikap kepada pelaku dosa, yaitu tetap beramah dan santun. Tidak menghardiknya, melaknatknya dan jg tak mendoakannya keburukan, tiak jg menjauhkannya dari rahmat Allah swt. sebagaimana larangan Nabi kepada para sahabat yg menghina. Justru kita harus mengajaknya kepada kebenaran dgn santun, karena ia berada di jalan yg salah mestinya diajarkan mana yg benar makin dijatuhkan dgn cacian dan hinaan yg justru malah membuat ia maki enggan bergaul dgn mereka yg 'katanya' rajin ibadah tapi malah mencacinya.
3] Allah swt pun menakdirkan ada sahabat lain yg menghina supaya kita tahu bagaimana caranya bersikap kepada mereka yg menghina pendosa untk kita tak menghina balik.
4] -ini yg terpenting- kita tak diajarkan untk buta akan kebaikan yg telah lakukan hanya karena ia berbuat kesalahan. Lihat bagaimana Nabi sawt justru memuja peminum khamr tersebut dgn mengatakan: "Ia adlh orang yg cinta Allah san Rasul-Nya!". dengan pujian itu ai jadi malu untk berdosa lagi dan akhirnya terus makin membaik dan jadi orang shalih. Bukan dihina yg akhirnya malah terus jauh dari ketaatan kepada Allah swt.
Ia jelas-jelas peminum khamr, tapi Rasul saw tak menutupi kebaikannya bahwa ia adlh orang yg cinta kepada Allah swt dan Nabi-Nya. sehingga ia merasa diterima dan termotivasi untk terus beribadah dan menutupinya keburukannya dgn ketaatan yg banyak. Dan akhirnya ia benar-benar meninggalkan kebiasaan minum khamr-nya tersebut.
Kita Juga [Pasti] Pendosa
Ini yg kita pelajari dari Rasul saw dan dari lingkungan generasi muslim terbaik; generasi sahabat bagaimana bersikap kepada mereka yg melakukan kesalahan dan dosa.
Jadi kesalahan yg ia lakukan itu bukan berarti legalitas untk kita bisa menghina dan mencacinya serta menutup mata bahwa ia punya banyak kebaikan di balik kesalahan yg ia lakukan itu. Akhirnya kita tetap bisa berhusnu-dzon kepada sesama muslim dan terjaga dari su'u-dzon.
Dengan melihat kebaikan satu sama lain, itu yg membuat kita semakin cinta dgn yg lain. Karena adanya cinta ini, kita makin bisa dan mampu mengajak orang lain -walaupun pendosa- kepada jalan kebenaran. Karena tak mungkin kita mengajak orang lain kepada Allah swt yg maha Cinta tapi dgn jiwa yg murka. Bagaimana bisa murka mengajak kepada cinta?
Kita jg harus sadar bahwa kita adlh makhluk biasa yg pasti bersalah dan melakukan dosa. Bayangkan jika kita dala posisi pendosa itu, dihina, dicaci, dilaknat, apakah kita menginginkan itu semua? Ataukah kita ingin kesalahan kita dimaafkan? Begitu jg ia yg melakukan kesalahan. Tidak ada seorang pun yg cuka dicaci dan dihina, semua ingin dimengerti dan dipahami.
Jadi bersikap santun jauh akan lebih baik dan lebih melunakan hati yg keras dibanding dgn sikap kasar dan serampangan. Dan memang begitulah harusnya berdakwa, tetap menjaga kesantunan. Orang yg bersalah itu harus diajarkan bukan terus-terusan disalahkan.
Tetap Santun
Kisah menarik yg terkait masalah di atas ialah sebagaimana yg dikutip oleh Imam Ibnu Katsir dlm kitabnya al-Bidayah wa al-Nihayah (10/217) tentang pemuda yg mendatangi khalifah Harun al-Rasyid yg ketika itu sedang berthawaf di masjidil-haram dan memarahinya dgn suara yg keras.
Mungkin ada salah satu kebijakan khalifah Harun al-Rasyid yg merugikan dia beserta kaumnya / ada kesalahan lain yg dilakukan oleh Harun al-Rasyid yg ketika itu memang menjabat sebagai Amirul-Mukminin.
Tapi dgn tenang Harun al-Rasyid menjawab luapan amarah pamuda tersebut setelah membuatnya tenang dan tak marah lagi:
قَدْ بَعَثَ اللَّهُ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنْكَ إِلَى مَنْ هُوَ شَرٌّ مِنِّي فَأَمَرَهُ أَنْ يَقُولَ لَهُ قَوْلًا لَيِّنًا "Allah swt telah mengutus orang yg jauh lebih baik dari anda untk memberi peringatan kepada orang yg jauh lebih buruk dari saya. Dan Allah memerintahkan ornag tersebut untk berkata ramah dan santun."
Maksud kata-kata khalifah tersebtu ialah bahwa Allah swt telah mengutus Nabi Musa dan Nabi Harun dan mereka tentu jauh lebih baik dari anak muda itu, untk memberi peringatan kepada Fir'aun yg mana jauh lebih buruk daripada Harun al-Rasyid. Dan Allah swt tetap memerintahkan Nabi Musa dan Nabi Harun untk berkata yg santun.
اذْهَبَا إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى (43) فَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَيِّنًا لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى"Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun, Sesungguhnya Dia telah melampaui batas; Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dgn kata-kata yg lemah lembut, Mudah-mudahan ia ingat / takut". (Thaaha: 44)
-wallahu a'lam-

0 Response to "Kenapa Para Sahabat Melakukan Dosa?"

Post a Comment

Contact

Name

Email *

Message *