ro2blog.blogspot.com - Sebuah Renungan Bagi Kaum Wanita
Bismillah.. Semoga bisa diambil manfaatnya oleh saudari-saudari muslimahku..
(KISAH NYATA)
Sore itu, menunggu kedatangan teman yg akan menjemputku di masjid ni seusai ashar.. seorang akhwat datang, tersenyum dan duduk disampingku, mengucapkan salam, sambil berkenalan dan sampai pula pd pertanyaan itu. anty sudah menikah?. Belum mbak, jawabku. Kemudian akhwat itu bertanya lagi kenapa? hanya bisa ku jawab dgn senyuman.. ingin ku jawab karena masih kuliah, tapi rasanya itu bukan alasan.
Mbak menunggu siapa? aku mencoba bertanya. nunggu suami jawabnya. Aku melihat kesamping kirinya, sebuah tas laptop dan sebuah tas besar lagi yg tak bisa kutebak apa isinya. Dalam hati bertanya-tanya, dari mana mbak ini? Sepertinya wanita karir. Akhirnya kuberanikan jg untk bertanya
Mbak kerja di mana?, entahlah keyakinan apa yg meyakiniku bahwa mbak ni seorang pekerja, padahal setahu ku, akhwat-akhwat seperti ni kebanyakan hanya mengabdi sebagai ibu rumah tangga.
Alhamdulillah 2 jam yg lalu saya resmi tak bekerja lagi , jawabnya dgn wajah yg aneh menurutku, wajah yg bersinar dgn ketulusan hati.
Kenapa? tanyaku lagi.
Dia hanya tersenyum dan menjawab karena inilah cara satu cara yg bisa membuat saya lebih hormat pd suami jawabnya tegas.
Aku berfikir sejenak, apa hubungannya? Heran. Lagi-lagi dia hanya tersenyum.
Ukhty, boleh saya cerita sedikit? Dan saya berharap ni bisa menjadi pelajaran berharga buat kita para wanita yg Insya Allah akan didatangi oleh ikhwan yg sangat mencintai akhirat.
Saya bekerja di kantor, mungkin tak perlu saya sebutkan nama kantornya. Gaji saya 7juta/bulan. Suami saya bekerja sebagai penjual roti bakar di pagi hari, es cendol di siang hari. Kami menikah baru 3 bulan, dan kemarinlah untk pertama kalinya saya menangis karena merasa durhaka padanya.
Waktu itu jam 7 malam, suami baru menjemput saya dari kantor, hari ni lembur, biasanya sore jam 3 sudah pulang. Saya capek sekali ukhty. Saat itu jg suami masuk angin dan kepalanya pusing. Dan parahnya saya jg lagi pusing . Suami minta diambilkan air minum, tapi saya malah berkata, abi, umi pusing nih, ambil sendiri lah.
Pusing membuat saya tertidur hingga lupa sholat isya. Jam 23.30 saya terbangun dan cepat-cepat sholat, Alhamdulillah pusing pun telah hilang. Beranjak dari sajadah, saya melihat suami saya tidur dgn pulasnya. Menuju ke dapur, saya liat semua piring sudah bersih tercuci. Siapa lagi yg bukan mencucinya kalo bukan suami saya? Terlihat lagi semua baju kotor telah di cuci. Astagfirullah, kenapa abi mengerjakan semua ini? Bukankah abi jg pusing tadi malam? Saya segera masuk lagi ke kamar, berharap abi sadar dan mau menjelaskannya, tapi rasanya abi terlalu lelah, hingga tak sadar juga. Rasa iba mulai memenuhi jiwa saya, saya pegang wajah suami saya itu, ya Allah panas sekali pipinya, keningnya, Masya Allah, abi demam, tinggi sekali panasnya. Saya teringat atas perkataan terakhir saya pd suami tadi. Hanya disuruh mengambilkan air minum saja, saya membantahnya. Air mata ni menetes, betapa selama ni saya terlalu sibuk di luar rumah, tak memperhatikan hak suami saya.
Subhanallah, aku melihat mbak ni cerita dgn semangatnya, membuat hati ni merinding. Dan kulihat jg ada tetesan air mata yg di usapnya.
Anty tau berapa gaji suami saya? Sangat berbeda jauh dgn gaji saya. Sekitar 600-700rb/bulan. 10x lipat dari gaji saya. Dan malam itu saya benar-benar merasa durhaka pd suami saya. Dengan gaji yg saya miliki, saya merasa tak perlu meminta nafkah pd suami, meskipun suami selalu memberikan hasil jualannya itu pd saya, dan tiap kali memberikan hasil jualannya , ia selalu berkata umi, ni ada titipan rezeki dari Allah. Di ambil ya. Buat keperluan kita. Dan tak banyak jumlahnya, mudah-mudahan umi ridho, begitu katanya. Kenapa baru sekarang saya merasakan dalamnya kata-kata itu. Betapa harta ni membuat saya sombong pd nafkah yg diberikan suami saya, lanjutnya
Alhamdulillah saya sekarang memutuskan untk berhenti bekerja, mudah-mudahan dgn jalan ini, saya lebih bisa menghargai nafkah yg diberikan suami. Wanita itu begitu susah menjaga harta, dan karena harta jg wanita sering lupa kodratnya, dan gampang menyepelekan suami. Lanjutnya lagi, tak memberikan kesempatan bagiku untk berbicara.
Beberapa hari yg lalu, saya berkunjung ke rumah orang tua, dan menceritakan niat saya ini. Saya sedih, karena orang tua, dan saudara-saudara saya tak ada yg mendukung niat saya untk berhenti berkerja . Malah mereka membanding-bandingkan pekerjaan suami saya dgn orang lain.
Aku masih terdiam, bisu, mendengar keluh kesahnya. Subhanallah, apa aku bisa seperti dia? Menerima sosok pangeran apa adanya, bahkan rela meninggalkan pekerjaan.
Kak, kita itu harus memikirkan masa depan. Kita kerja jg untk anak-anak kita kak. Biaya hidup sekarang ni besar. Begitu banyak orang yg butuh pekerjaan. Nah kakak malah pengen berhenti kerja. Suami kakak pun penghasilannya kurang. Mending kalo suami kakak pengusaha kaya, bolehlah kita santai-santai aja di rumah. Salah kakak jg sih, kalo mau jadi ibu rumah tangga, seharusnya nikah sama yg kaya. Sama dokter muda itu yg berniat melamar kakak duluan sebelum sama yg ini. Tapi kakak lebih milih nikah sama orang yg belum jelas pekerjaannya. Dari 4 orang anak bapak, Cuma suami kakak yg tak punya penghasilan tetap dan yg paling buat kami kesal, sepertinya suami kakak itu lebih suka hidup seperti ini, ditawarin kerja di bank oleh saudara sendiri yg ingin membantupun tak mau, sampai heran aku, apa maunya suami kakak itu. Ceritanya kembali, menceritakan ucapan adik perempuannya saat dimintai pendapat.
anty tau, saya hanya bisa nangis saat itu. Saya menangis bukan Karena apa yg dikatakan adik saya itu benar, bukan karena itu. Tapi saya menangis karena imam saya dipandang rendah olehnya. Bagaimana mungkin dia maremehkan tiap tetes keringat suami saya, padahal dgn tetesan keringat itu, Allah memandangnya mulia. Bagaimana mungkin dia menghina orang yg senantiasa membanguni saya untk sujud dimalam hari. Bagaimana mungkin dia menghina orang yg dgn kata-kata lembutnya selalu menenangkan hati saya. Bagaimana mungkin dia menghina orang yg berani datang pd orang tua saya untk melamar saya, padahal saat itu orang tersebut belum mempunyai pekerjaan. Bagaimana mungkin seseorang yg begitu saya muliakan, ternyata begitu rendah di hadapannya hanya karena sebuah pekerjaaan. Saya memutuskan berhenti bekerja, karena tak ingin melihat orang membanding-bandingkan gaji saya dgn gaji suami saya. Saya memutuskan berhenti bekerja jg untk menghargai nafkah yg diberikan suami saya. Saya jg memutuskan berhenti bekerja untk memenuhi hak-hak suami saya. Semoga saya tak lagi membantah perintah suami. Semoga saya jg ridho atas besarnya nafkah itu. Saya bangga ukhti dgn pekerjaan suami saya, sangat bangga, bahkan begitu menghormati pekerjaannya, karena tak semua orang punya keberanian dgn pekerjaan itu. Kebanyakan orang lebih memilih jadi pengangguran dari pd melakukan pekerjaan yg seperti itu. Tapi lihatlah suami saya, tak ada rasa malu baginya untk menafkahi istri dgn nafkah yg halal. Itulah yg membuat saya begitu bangga pd suami saya. Semoga jika anty mendapatkan suami seperti saya, anty tak perlu malu untk menceritakannya pekerjaan suami anty pd orang lain. Bukan masalah pekerjaannya ukhty, tapi masalah halalnya, berkahnya, dan kita memohon pd Allah, semoga Allah menjauhkan suami kita dari rizki yg haram. Ucapnya terakhir, sambil tersenyum manis padaku. Mengambil tas laptopnya, bergegas ingin meninggalkannku. Kulihat dari kejauhan seorang ikhwan dgn menggunakan sepeda motor butut mendekat ke arah kami, wajahnya ditutupi kaca helm, meskipun tak ada niatku menatap mukanya. Sambil mengucapkan salam, meninggalkannku. Wajah itu tenang sekali, wajah seorang istri yg begitu ridho.
Ya Allah....
Sekarang giliran aku yg menangis. Hari ni aku dpt pelajaran paling baik dlm hidupku.
Pelajaran yg membuatku menghapus sosok pangeran kaya yg ada dlm benakku..
Subhanallah..
Semoga pekerjaan, harta tak pernah menghalangimu untk tak menerima pinangan dari laki-laki yg baik agamanya.
Aamiin Ya robb..
Bantu share ya sahabat muslim ku
other source : http://instagram.com, http://news.detik.com, http://nurrahmatillahi.blogspot.com
0 Response to "Wujud Keikhlasan Suami Istri"
Post a Comment