ro2blog.blogspot.com - Renungan Kisah Inspiratif: Selalu Terselip Amanah - Tepat pukul 3 pagi, aku terbangun, tak menyangka aku tertidur di kamar teman kostku, Maria. Mataku terbelak dan jantungku berdegup kencang saat aku kembali ke kamar dan membuka pintu kamarku sendiri. astagfirullah.., Istighfar yg cukup menyayat hati. Aku terkesima begitu melihat kasurku berantakan dgn seluruh isi tas kuliah tercecer tak beraturan.
Pun dgn seluruh kartu identitas dan kartu ATM yg keluar begitu saja dari dompetku. Jantungku makin berdegup kencang, iramanya tak seimbang kala aku menyadari jendela kamarku masih terbuka. Tak sengaja tertidur di kamar Maria, membuatku lupa mengkondisikan kamarku tak berpenghuni. Jadi, jendela berteralis itu terbuka dan dgn lampu kamar yg menyala, seolah-olah masih ada penghuninya.

Aku heran, ni tak biasanya. Seingatku, aku tak punya kebiasaan membongkar barang pribadi dan meletakkannya tak beraturan. Pff, pikirku melayang, prasangkapun mengembang. Seketika itu jg aku membereskan barang-barang yg tercecer di kasur, berharap tak satupun yg hilang. Dan...
Astaghfirullah.. Istighfarku yg kedua. Mana uang-uangku? Di mana jg digital translaterku? Hatiku miris melihat fakta yg kusaksikan sendiri. Innalillahi wa inna ilaihi rajiuun...Rabb, adakah orang yg masuk tanpa sepengetahuanku?
Dengan hati tak menentu, aku berusaha mengingat-ngingat kejadian sebelum aku meninggalkan kamar dan tertidur di kamar Maria. Kuingat-ingat kembali sembari membongkar isi kamar, berharap barang-barang itu masih terselip di sudut-sudut ruangan. Tidak, hasilnya nihil. Barang-barang itu positif tak ada di kamarku setelah kurang lebih 45 menit aku mencarinya.
Astaghfirullah, astaghfirullah, astaghfirullah.. Istighfar yg kesekian ni mengiringi ingatanku kala ku tersadar bahwa sejumlah uang dan digital translaterku adlh barang ke-3 dan ke-4 setelah sebelumnya aku kehilangan MP4 dan arloji, semenjak 3 bulan terakhir ini.
***
Teguran yg indah. Terkemas cantik dgn keteraturan skenarioNya. Wajah ni tersegarkan oleh wudhu yg menyejukkan. Hati ni tenang oleh adzan Magrib yg bersahutan. Rindu sujud. Rindu memasrahkan diri. Rindu bermesra dgn Allah Azza Wa Jalla. Muhasabahku senja itu...
Dalam tiap karunia Allah terselip amanah. Aku masih teringat kala mama memilihkan tempat kost ni sebagai rumahku di Malang. Begitu riang saat aku pertama kali menginjakkan kaki di kosan ini. Kenapa? Karena, tepat di depan pagar rumah kost, aku hanya butuh kira-kira 25 langkah kaki ke arah barat kala ku ingin mampir ke masjid terdekat. Pun aku hanya butuh kurang lebih 35 langkah kaki ke arah timur kala ku ingin bersilaturrahim ke anak yatim piatu di panti asuhan terdekat. Sungguh, karunia yg sempurna, kenikmatan yg manis terasa. Hmm, tempat kost yg cukup strategis, pikirku.
Sudah 1 tahun lebih aku tinggal di kosan ini. Hatiku tertunduk malu, sepuluh jari tangan dan sepuluh jari kakiku masih cukup untk menghitung jika Allah bertanya telah berapa kali aku melangkahkan kaki menuju masjid terdekatku. Pun satu jari tanganku belum habis terpakai untk menghitung jika Allah bertanya telah berapa kali kaki, tangan dan hatiku ni terintegrasi untk menyambung silaturrahim dgn anak yatim piatu di panti asuhan dekat kosanku.
Dalam tiap karunia Allah terselip amanah. Tentu bukan tanpa maksud Allah menambatkan hatiku untk merasa nyaman tinggal dikosan ini. Pasti, pasti terselip amanah. Aku tergugah, aku tersadar dan sesal ni baru kentara. Ada amanah yg Allah titipkan. Dan Allah menyapaku dgn ujian itu.
Dalam tiap karunia Allah terselip amanah. Hatiku miris kala teringat bahwa Allah karuniakanku kelapangan rejeki, tapi seribu rupiah perhari saja belum tentu rutin terinfaQ-kan di masjid dekat kosan, padahal harga kosanku 350 kalinya. Allah karuniakanku rasa kenyang dan kenyamanan tidur dikamar, padahal di ujung gang kosanku masih ada nenek tidur beralaskan trotoar berselimut dingin merintih lapar, hanya terhibur oleh kelucuan tingkah kucing kesayangan.

Allah karuniakanku ayah bunda yg diberi sehat dan usia, tapi aku sadar, belum totalitas aku memuliakan mereka selama Allah izinkanku merasakan luapan kasih sayang mereka. Padahal, di timur kosanku, ada anak-anak yatim piatu yg rindu melihat wajah ayah bundanya, yg rindu untk bisa memuliakan orang tua mereka, yg rindu sungkem pd ibu yg melahirkan mereka, yg rindu bercanda berdua dgn ayah mereka.
Dalam tiap karunia Allah terselip amanah. Allah karuniakanku penglihatan, tapi mata ni terlampau sering melihat apa yg tak halal untk aku memandangnya. Mataku menangis karena lelah tertawa, tapi diseberang sana, ada anak kecil yg menangis karena pedih menahan lapar. Mata hatiku terancam kusam manakala penglihatan ni silau akan gemerlap pesona dunia. Allah karuniakanku lisan, tapi ada jiwa-jiwa yg merasa tak aman olehnya. Begitu lihai lidah bergerak, begitu mudah bibir berkata, tapi ia tajam mengiris hati terdalam. Padahal diseberang sana ada lisan yg istiQomah menyampaikan kebenaran dan mengajak pd kebaikan. Allah karuniakanku teman, sahabat dan kerabat. Tapi Qalbu ni luka oleh sayatan pergaulan yg merusak aQidah.
Jujur, aku tak sanggup menghitung telah berapa kali Allah menolongku. Telah sesering apa Allah melapangkan rejeki bagiku. Telah sebanyak apa Allah mudahkan urusanku. Telah serutin apa Allah sehatkan tubuhku, pengendali nafas saat ku bernafas. Ya, sebanyak apa nikmat Allah yg sempat terdustakan walau sesaat adlh tak sebanding dgn selama apa hatiku telah bersujud mensyukuri kebesaranNya. Bagiku, kehilangan barang belum seberapa dibanding aku kehilangan kesempatan untk menunaikan amanah dariNya.
Dalam kesendirian seorang hamba bermaksiat, maka yg melihat adlh yg menjatuhkan hukuman. Pasti akan datang hari yg berat untk mempertanggungjawabkan semua. Dengan hisab yg seadil-adilnya. Pasti akan datang hari ditampakkan semua kesalahan, semua kelalaian dan semua kedustaan. Satu yg baik untk kurenungi: menunaikan amanah yg terselip dlm tiap karunia-karuniaNya adlh bahasa syukur hamba pd Illahnya.
Maha besar Allah..
Pun dgn seluruh kartu identitas dan kartu ATM yg keluar begitu saja dari dompetku. Jantungku makin berdegup kencang, iramanya tak seimbang kala aku menyadari jendela kamarku masih terbuka. Tak sengaja tertidur di kamar Maria, membuatku lupa mengkondisikan kamarku tak berpenghuni. Jadi, jendela berteralis itu terbuka dan dgn lampu kamar yg menyala, seolah-olah masih ada penghuninya.

Aku heran, ni tak biasanya. Seingatku, aku tak punya kebiasaan membongkar barang pribadi dan meletakkannya tak beraturan. Pff, pikirku melayang, prasangkapun mengembang. Seketika itu jg aku membereskan barang-barang yg tercecer di kasur, berharap tak satupun yg hilang. Dan...
Astaghfirullah.. Istighfarku yg kedua. Mana uang-uangku? Di mana jg digital translaterku? Hatiku miris melihat fakta yg kusaksikan sendiri. Innalillahi wa inna ilaihi rajiuun...Rabb, adakah orang yg masuk tanpa sepengetahuanku?
Dengan hati tak menentu, aku berusaha mengingat-ngingat kejadian sebelum aku meninggalkan kamar dan tertidur di kamar Maria. Kuingat-ingat kembali sembari membongkar isi kamar, berharap barang-barang itu masih terselip di sudut-sudut ruangan. Tidak, hasilnya nihil. Barang-barang itu positif tak ada di kamarku setelah kurang lebih 45 menit aku mencarinya.
Astaghfirullah, astaghfirullah, astaghfirullah.. Istighfar yg kesekian ni mengiringi ingatanku kala ku tersadar bahwa sejumlah uang dan digital translaterku adlh barang ke-3 dan ke-4 setelah sebelumnya aku kehilangan MP4 dan arloji, semenjak 3 bulan terakhir ini.
***
Teguran yg indah. Terkemas cantik dgn keteraturan skenarioNya. Wajah ni tersegarkan oleh wudhu yg menyejukkan. Hati ni tenang oleh adzan Magrib yg bersahutan. Rindu sujud. Rindu memasrahkan diri. Rindu bermesra dgn Allah Azza Wa Jalla. Muhasabahku senja itu...
Dalam tiap karunia Allah terselip amanah. Aku masih teringat kala mama memilihkan tempat kost ni sebagai rumahku di Malang. Begitu riang saat aku pertama kali menginjakkan kaki di kosan ini. Kenapa? Karena, tepat di depan pagar rumah kost, aku hanya butuh kira-kira 25 langkah kaki ke arah barat kala ku ingin mampir ke masjid terdekat. Pun aku hanya butuh kurang lebih 35 langkah kaki ke arah timur kala ku ingin bersilaturrahim ke anak yatim piatu di panti asuhan terdekat. Sungguh, karunia yg sempurna, kenikmatan yg manis terasa. Hmm, tempat kost yg cukup strategis, pikirku.
Sudah 1 tahun lebih aku tinggal di kosan ini. Hatiku tertunduk malu, sepuluh jari tangan dan sepuluh jari kakiku masih cukup untk menghitung jika Allah bertanya telah berapa kali aku melangkahkan kaki menuju masjid terdekatku. Pun satu jari tanganku belum habis terpakai untk menghitung jika Allah bertanya telah berapa kali kaki, tangan dan hatiku ni terintegrasi untk menyambung silaturrahim dgn anak yatim piatu di panti asuhan dekat kosanku.
Dalam tiap karunia Allah terselip amanah. Tentu bukan tanpa maksud Allah menambatkan hatiku untk merasa nyaman tinggal dikosan ini. Pasti, pasti terselip amanah. Aku tergugah, aku tersadar dan sesal ni baru kentara. Ada amanah yg Allah titipkan. Dan Allah menyapaku dgn ujian itu.
Dalam tiap karunia Allah terselip amanah. Hatiku miris kala teringat bahwa Allah karuniakanku kelapangan rejeki, tapi seribu rupiah perhari saja belum tentu rutin terinfaQ-kan di masjid dekat kosan, padahal harga kosanku 350 kalinya. Allah karuniakanku rasa kenyang dan kenyamanan tidur dikamar, padahal di ujung gang kosanku masih ada nenek tidur beralaskan trotoar berselimut dingin merintih lapar, hanya terhibur oleh kelucuan tingkah kucing kesayangan.

Allah karuniakanku ayah bunda yg diberi sehat dan usia, tapi aku sadar, belum totalitas aku memuliakan mereka selama Allah izinkanku merasakan luapan kasih sayang mereka. Padahal, di timur kosanku, ada anak-anak yatim piatu yg rindu melihat wajah ayah bundanya, yg rindu untk bisa memuliakan orang tua mereka, yg rindu sungkem pd ibu yg melahirkan mereka, yg rindu bercanda berdua dgn ayah mereka.
Dalam tiap karunia Allah terselip amanah. Allah karuniakanku penglihatan, tapi mata ni terlampau sering melihat apa yg tak halal untk aku memandangnya. Mataku menangis karena lelah tertawa, tapi diseberang sana, ada anak kecil yg menangis karena pedih menahan lapar. Mata hatiku terancam kusam manakala penglihatan ni silau akan gemerlap pesona dunia. Allah karuniakanku lisan, tapi ada jiwa-jiwa yg merasa tak aman olehnya. Begitu lihai lidah bergerak, begitu mudah bibir berkata, tapi ia tajam mengiris hati terdalam. Padahal diseberang sana ada lisan yg istiQomah menyampaikan kebenaran dan mengajak pd kebaikan. Allah karuniakanku teman, sahabat dan kerabat. Tapi Qalbu ni luka oleh sayatan pergaulan yg merusak aQidah.
Jujur, aku tak sanggup menghitung telah berapa kali Allah menolongku. Telah sesering apa Allah melapangkan rejeki bagiku. Telah sebanyak apa Allah mudahkan urusanku. Telah serutin apa Allah sehatkan tubuhku, pengendali nafas saat ku bernafas. Ya, sebanyak apa nikmat Allah yg sempat terdustakan walau sesaat adlh tak sebanding dgn selama apa hatiku telah bersujud mensyukuri kebesaranNya. Bagiku, kehilangan barang belum seberapa dibanding aku kehilangan kesempatan untk menunaikan amanah dariNya.
Baca Juga: Cerpen Islami: Ternyata Tak Sesholihah Yang Kukira
Dalam kesendirian seorang hamba bermaksiat, maka yg melihat adlh yg menjatuhkan hukuman. Pasti akan datang hari yg berat untk mempertanggungjawabkan semua. Dengan hisab yg seadil-adilnya. Pasti akan datang hari ditampakkan semua kesalahan, semua kelalaian dan semua kedustaan. Satu yg baik untk kurenungi: menunaikan amanah yg terselip dlm tiap karunia-karuniaNya adlh bahasa syukur hamba pd Illahnya.
Maha besar Allah..
0 Response to "[Haji] Renungan Kisah Inspiratif: Selalu Terselip Amanah"
Post a Comment