ro2blog.blogspot.com - Salah satu isu yg masih sangat hangat sampai hari ni adlh perseteruan antara FPI dan Ahok yg mana di pihak FPI menghendaki agar Ahok tak diangkat menjadi Gubernur DKI Jakarta untk menggantikan Jokowi, sedangkan di sisi lain Ahok tetap teguh pd pendiriannya untk tetap maju menjadi pengganti Jokowi yg tentu saja sah menurut hukum di Indonesia.
Baca:
Salah satu poin menarik dari alasan FPI yg menginginkan Ahok lengser adlh persoalan status agama Ahok yg merupakan seorang non Muslim. Dalam hal ni FPI merupakan ormas islam yg memegang teguh pendapat haramnya mengangkat seorang pemimpin non muslim. Jadi mau tak mau, solusi yg ditawarkan oleh FPI adlh dgn menyarankan kepada pemerintah untk tak mengangkat Ahok sebagai Gubernur dan mengangkat pengganti lainnya yg berstatus muslim.
Salah satu poin menarik dari alasan FPI yg menginginkan Ahok lengser adlh persoalan status agama Ahok yg merupakan seorang non Muslim. Dalam hal ni FPI merupakan ormas islam yg memegang teguh pendapat haramnya mengangkat seorang pemimpin non muslim. Jadi mau tak mau, solusi yg ditawarkan oleh FPI adlh dgn menyarankan kepada pemerintah untk tak mengangkat Ahok sebagai Gubernur dan mengangkat pengganti lainnya yg berstatus muslim.
Satu poin alasan FPI ni menarik untk kita perbincangkan pd pagi ini. Pumpung udara dan pikiran masih segar, tak ada salahnya untk membahas yg sedikit berat-berat. Setidaknya bisa menjadi diskusi pagi yg indah dan mungkin saja bisa mendapatkan solusi alternatif untk masalah ini.
Konsep islam mengenai pengangkatan pemimpin dlm suatu wilayah memang secara umum memang melarang untk mengangkat pemimpin non muslim. Sebab dgn mengangkat mereka dikhawatirkan akan memberikan ruang gerak bagi mereka untk menguasai umat islam.
Al-Mawardi dlm Al-Ahkam As-Sulthaniyah menyatakan, "Kepemimpinan itu diletakkan sebaga ganti kenabian dlm menjaga agama dan politik dunia, mengangkat pemimpin dari individu yg dpt melaksanakan tujuan itu adlh wajib."
Qadhi Iyadh menyatakan: "Ulama sepakat bahwasanya pemimpin negara yg kafir itu tak sah. Dan kalau seorang pemimpin muslim murtad jadi kafir maka batal kepemimpinannya begitu pula kalau ia meninggalkan shalat wajib."
Tapi demikian para ulama berbeda pendapat mengenai status pemimpin yg memang diwajibkan dipegang sebagai seorang muslim. Apakah seluruh kepemimpinan itu harus dipegang oleh orang muslim ataukah yg dimaksud adlh pemimpin negara seperti khalifah, presiden, ataukah jg pemimpin yg menduduki jabatan-jabatan tertentu seperti menteri, dirjen, gubernur, bupati, dan sebagainya ? Nah di sinilah terjadi perbedaan. Tapi para ulama sepakat bahwa dlm sebuah negara yg mayoritas muslim wajib memiliki pemimpin yg muslim, dlm konteks keindonesiaan berarti presiden Indonesia wajib seorang muslim. Perbedaan pendapat muncul ketika membicarakan kepemimpinan di bawah pemimpin tertinggi (presiden).
Apabila kita bersedia merujuk pd data sejarah yg otentik, maka diketahui bahwa pengangkatan non muslim sebagai pemimpin ataupun petinggi di bawah khalifah pernah terjadi di masa Khalifah Umar bin Khatab dan khalifah-khalifah selanjutnya. Di masa itu Khalifah umar memasukkan orang-oorang non muslim dlm jajaran pemerintahannya. Begitu pula dgn khalifah di masa pemerintahan bani Abbas jg mempercayakan jabatan-jabatan kenegaraan kepada orang yahudi dan nasrani.
Dari kenyataan sejarah ni kemudian muncullah pendapat dari para ulama, misalnya mufti mesir, D. Ali Jumah, yg membolehkan untk mengangkat pemimpin non muslim selama statusnya itu berada di bawah pemimpin tertinggi / presiden. Umat islam masih dimungkinkan untk mengangkat pemimpin non muslim apabila masuk kategori al-Wilayah al-Khassah / jabatan di bawah jabatan kepala negara di mana ulama berbeda pendapat atas boleh dan tidaknya.
para ulama menjelaskan bahwa kepemimpinan dlm pemerintahan itu dibagi menjadi dua bagian, yaitu al-Wilayah al-udzma / sering jg disebut dgn Al-Wilayah Al-Ammah / al-Imamah al-Kubra / Al-Khilafah al-Ammah. Pada level ini, jabatan seorang pemimpin haruslah dipegang dari muslim.
Yang kedua adlh al-Wilayah al-Khassah / kepemipinan khusus. Kepemimpinan level ni mencakup kepemipinan di bawah kepala negara seperti gubernur, bupati dan level di bawahnya. Pada level ni sebagian ulama memperbolehkan mengangkat non muslim sebagai pemangku jabatan tertinggi di levelnya tersebut, demikian pula memperbolehkan wanita untk memangkunya.
Selain itu ada pendapat yg mengatakan bahwa larangan pengangkatan pemimpin dari kalangan non musliam apabila berada dlm kondisi normal. Apabila sedang dlm kondisi darurat, di mana ada kondisi yg memang tak bisa ditangani oleh kaum muslimin / terdapat indikasi adanya ketidakberesan dari orang muslim itu sendiri, maka diperbolehkan untk mengangkat pemimpin non muslim
"Jika suatu kepentingan mengharuskan penyerahan sesuatu yg tak bisa dilaksanakan oleh orang lain dari kalangan umat islam / tampak adanya pengkhianatan pd si pelaksana dari kalangan umat islam, dan akan lebih aman berada di tangan kafir dzimmi walaupun karena rasa takutnya kepada penguasa. Maka dlm konteks ni boleh menyerahkan jabatan kepadanya karena adanya dlarurah untk mewujudkan kemaslahatan sesuatu yg dia diangkat untk mengurusinya. meskipun demikian, bagi pihak yg mengangkatnya, harus selalu mengawasi orang kafir tersebut dan mampu mencegahnya dari gangguan terhadap siapapun dari kalangan umat islam." (Ibnu Hajar Al-Haitsami, Tuhfah al-Muhtaj, dlm Abdul Hami asy-Syarwani dan Ibnu Qasim Al-Abbadi, hawasyi Asy-Syarwani wa Al-Abbadi, Mesir at-Tjariyah al-Kubra, tt, juz 9, h. 73).
Dari pendapat di atas dpt dijelaskan bahwa diperbolehkan untk mengangkat pemimpin dari orang non muslim / kafir dzimmi untk mengisi jabatan-jabatan tertentu apabila dlm keadaan darurat dan selain itu harus diiringi dgn pengawasan yg ketat agar pemimpin non muslim tersebut tak melakukan sesuatu yg merugikan pihak islam ataupun masyarakat secara umum.
Syaikh Yusuf Qardhawi, seorang ulama kontemporer membagi orang non muslim menjadi dua golongan, pertama yaitu golongan yg berdamai dgn orang-orang islam, dan tak memerangi mereka. terhadap golongan ini, umat islam harus berbuat baik dan adil, diantaranya memberikan hak-hak politik sebagai warga negara yg sama dgn orang islam.
Sedangkan golongan kedua yaitu golongan yg secara terang-terangan memusuhi umat islam. Terhadap golongan ni umat islam diharamkan mengangkat mereka sebagai pemimpin.
Pendapat beliau ni didasarkan pd ayat berikut:
"Allah tak melarang kamu untk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yg tak memerangimu karena agama dan tak pula mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yg berlaku adil." (A-Mumtahanah: 8).
Dari penjelasan terakhir ni dpt disimpulkan bahwa hukum larangan mengangkat pemimpin dari golongan non muslim karena adanya illat, yaitu kekhawatiran akan timbulnya dampak negatif dari si pemimpin tersebut. Apabila tak ada maka boleh hukumnya untk memilih pemimpin dari non muslim.
Sekarang kita masuk ke dlm persoalan Ahok yg oleh sebagian masyarakat muslim dilarang keras untk menjadi pemimpin.
Menurut hemat saya pribadi, masyarakat muslim Jakarta sah-sah saja menentang pengangkatan Ahok sebagai gubernur DKI Jakarta, karena masyarakat muslim Jakarta memiliki hak yg sama dgn masyarakat lainnya, yaitu salah satunya adlh menyuarakan pendapat mereka. Tapi demikian menurut saya akan lebih bijak apabila dilakukan dgn damai dan tak mempersoalkan Ahok karena status agama ataupun keyakinannya tersebut. Sebab pd level gubernur, sebagian ulama berpendapat tentang bolehnya mengangkat pemimpin dari pihak non muslim dgn ketentuan yg telah dijelaskan di awal pembahasan kita tadi. Karena itu ada baiknya tak mempermasalahkan status agama yg dimiliki Ahok. Akan tetapi yg bisa dikritisi adlh kualitas kepemimpinannya selama ni apakah memang bisa berkontribusi positif ataukah tidak. Kalau sekiranya tidak, maka baik pihak pemerintah ataupun masyarkat jakarta harus menyadari hal tersebut dan mengupayakan untk penggantian pemimpin baru selain Ahok. Akan tetapi sebaliknya, apabila memang Ahok terbukti dpt memberikan kontribusi positif bagi masyarakat jakarta, maka kiranya masyarakat jakarta harus mematuhi hukum yg berlaku di Indonesia yg pd UUD 45 pasal 28 ayat 3 dinyatakan, "Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yg sama dlm pemerintahan."
Kita tahu bahwasanya konstitusi adlh kesepakatan dan konsesus yg dibuat oleh seluruh warga negara, yg diwakili oleh wakil-wakilnya di MPR. karena itu wajib hukumnya bagi seluruh warga negara untk mentaati dan mematuhinya.
Allah berfirman dlm al-Quran:
"Hai orang-orang yg beriman, penuhilah aqad-aqad/janji-janji tu..." (Q.S. Al-Maidah: 1).
Para ulama menjelaskan bahwa aqad / perjanjian yg harus dipenuhi / dipegang teguh adlh janji setia hamba kepada Allah dan perjanjian yg dbuat oleh manusia dlm pergaulan sesamanya.
berdasarkan pd ayat di atas secara jelas bahwa umat islam harus mampu memegang teguh perjanjian yg telah dibuat bersama dlm rangka membangun dan menjaga keutuhan negara yg kita cintai ini, NKRI. Sebab perjanjian yg telah dibuat 100 % jelas tujuannya yaitu dlm rangka menjaga persatuan dan kesatuan serta sebagai instrumen pendukung bagi terwujudnya kesejahteraan masyarakat indonesia secara umum. Karena itu, seluruh aktifitas yg berpotensi memecahbelah persatuan dan kesatuan dpt ditafsirkan sebagai tak hanya bertentangan dgn konstitusi akan tetapi sangat bertentangan dgn ajaran agama islam.
Pada konteks inilah masyarakat muslim memiliki ruang gerak untk bertoleransi kepada Ahok ataupun kepada pemimpin non muslim di bawah presiden lainnya. Tentu saja tetap harus dilakukan pendampingan dan pengawasan yg ketat agar kepentingan hidup umat islam tetap dpt terpenuhi dgn baik.
Semoga Indonesia menjadi lebih baik. Aamiin
Baca:
- Doa Sesudah Shalat Fardhu Lengkap
- Cara Malaikat Maut Mencabut Nyawa
- Jual Beli dlm Islam
- Darah Istihadhah dan Mubtadiah Mumayyizah
- Qadha Shalat Wanita yg Haid Atau Nifas
source : http://news.detik.com, http://solopos.com
0 Response to "[Lowongan Dosen dan Pegawai] Hukum Mengangkat Pemimpin Non Muslim dalam Islam"
Post a Comment